Enjoy In My Blog. Thank You.

Monday 13 February 2012

Gadis Pemulung Itu Juara Fotografi Di Belanda

Adalah Ni Wayan Mertani (16th), gadis asal Desa Purwakerti, kecamatan Abang, Karangasem Bali. Hanya berbekal kamera pinjaman bisa menjuarai lomba Fotografi Internasional yang diadakan di Belanda. Ni Wayan sendiri adalah gadis yatim yang tinggal bersama ibu dan adiknya di sebuah gubuk di tepi pantai Amed.

Gadis penuh semangat ini memang berasal dari keluarga miskin. Ibunya, I Nengah Kirem, 52 tahun, sudah bertahun-tahun menderita sakit ginjal. Untuk membantu ekonomi keluarga, sepulang sekolah pelajar  SMP Negeri 2 Abang, Karangasem, ini berjualan kue jajanan sambil sesekali memungut barang bekas di sekitar pantai Kadang.
Hingga suatu ketika, ia bertemu turis asal Belanda, Dolly Amarhosoija. Si turis memberinya sebuah buku berisi kisah inspiratif The Diary of Anne Frank, yang kemudian menginspirasi Ni Wayan untuk terus semangat meraih cita-citanya.


Tak cuma buku, Ni Wayan juga dipinjami kamera foto milik Dolly. Dia membuat 15 foto dengan kamera itu. Jepretan terakhirnya adalah sebuah potret pohon ubi karet dengan dahan tanpa daun yang tumbuh di depan rumahnya. Seekor ayam bertengger di salah satu dahan, serta handuk berwarna merah jambu dan baju keseharian yang dijemur di bawahnya.

Hasil “jepretan” Ni Wayan kemudian didaftarkan oleh Dolly pada lomba foto internasional yang diadakan Yayasan Anne Frank di Belanda,yang diikuti 200 peserta dengan tema “Apa Harapan Terbesarmu”.

Tak dinyana, foto sederhana itu memikat 12 fotografer kelas dunia dari World Press Photo yang menjadi juri lomba foto internasional 2009, yang digelar Yayasan Anne Frank di Belanda. Ketika ditanya tentang Fotonya, Wayan menjelaskan, ayam itu simbolisasi diri dan kehidupannya. “Ayam itu kalau panas kepanasan, hujan kehujanan. sama seperti saya,” ujarnya.


Dia mengaku punya puluhan ayam dan bebek serta beberapa ekor kambing. Ayam-ayamnya pun dibiarkan berkeliaran tak dikandangkan. Terkadang Wayan harus menyabit rumput untuk memben makan kambingnya sebelum berjualan. Namun, di sela kehidupan keras yang dilaluinya, Wayan biasa meluangkan waktu dengan membaca di perpustakaan milik Marie Johana Fardan, tetangganya yang warga Belanda pemilik vila Sinar Cinta di Pantai Amed.

“Sudah dua tahun dia menjadi langganan tetap perpustakaan. Dia menyukai buku Anne Frank itu,” ujar Marie, yang mengantar Wayan dan adiknya, Ni Nengah Jati, terbang ke Belanda.
Negeri Kincir Angin menjadi tempat pertama Wayan mengenal dunia di luar Bali. Wayan mengaku senang bisa menjejakkan kaki di Belanda, yang menurut dia bersih, ramai, meski cuacanya kurang bersahabat. “Senang tapi makanannya tidak enak, mentah-mentah. Lebih enak jajanan saya,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Dari Yayasan Anne Frank, Wayan menerima hadiah berupa kamera saku dan sebuah komputer jinjing dari Radio Netherlands Wereldomroep. Rencananya, jika Yayasan Anne Frank mengadakan acara di Bali, dia akan diundang untuk memamerkan foto-fotonya. Radio Netherlands juga menawarkan tempat untuk Wayan mengirim cerita pendek atau tulisan-tulisannya untuk disiarkan.

Wayan berharap bisa menyelesaikan sekolah dan mewujudkan cita-citanya menjadi jumalis. “Saya ingin membahagiakan ibu saya,” ujarnya sendu. Matanya bulat menerawang. Dia sangat sadar kemiskinan mengancam kelanjutan pendidikannya. “Anne Frank lebih susah hidupnya. Jika dia tak mengeluh, saya juga seharusnya tidak,” ujarnya kemudian.

0 comments:

Post a Comment

Akhmad Darmawan. Powered by Blogger.