Enjoy In My Blog. Thank You.

Monday, 28 January 2013

Pantaskan R(SBI) di bubarkan ?


**Kadisdik Pertahankan Layanannya
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Sukabumi, Ayep Supriatna menanggapi positif pembubaran Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Meski begitu dirinya tetap melanjutkan pelayanan RSBI, seperti meningkatkan mutu guru dan menggunakan bilingual dengan tidak menghilangkan bahasa Indonesia. “Tidak mungkin pelayanan yang sudah ada harus hilang begitu saja. Untuk itu kami akan pertahankan pelayanan baik itu, kalau bisa akan kami tingkatkan,” kata Ayep kepada Radar Sukabumi, kemarin.

Sekadar diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat keputusan yang mengejutkan. Kemarin, di ruang sidang lantai 2 Gedung MK, Mahfud MD dan para hakim lainnya memutuskan untuk menghilangkan status Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).

Lembaga penjaga institusi itu memastikan kalau RSBI bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut dia pembelajaran RSBI sendiri masih menggunakan Bahasa Indonesia dan mengenalkan budaya Indonesia. Namun soal biaya mahal, dirinya mengakui hal itu. “Adanya pembubaran RSBI ini, kami akan usahakan, sekolah bekas RSBI ini akan melayani pembiayaan yang murah dengan pelayanan RSBI,” jelasnya.

Untuk itu, dirinya berharap pembubaran RSBI ini bukan menjadi masalah besar dan luar biasa. Namun hal ini menjadi kebijakan yang harus dihormati. ” Kami berharap pelayanan RSBI harus tetap ada di sekolah, guna meningkatkan mutu sekolah,” pungkasnya.

Ditempat terpisah hakim MK Anwar Usman, menyoroti mahalnya masuk sekolah dengan status RSBI atau SBI (sekolah berstandar Internasional). Menurut dia, ada celah sekolah memungut biaya tambahan tanpa melalui komite sekolah. “Hanya keluarga mampu dan kaya yang bisa menyekolahkan anaknya di SBI/RSBI,” ujarnya.

Meski demikian, hakim MK tidak menutup mata ada program khusus untuk anak tidak mampu. Tetapi, kesempatan tersebut sangat sedikit dan hanya ditujukan pada anak-anak yang sangat cerdas. Sedangkan anak tidak mampu, kurang cerdas, latar belakang lingkungannya terbatas, tidak mungkin bisa sekolah di SBI/RSBI.

Komersialisasi sektor pendidikan itu bertentangan dengan prinsip konstitusi. Padahal jelas, berdasar UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 menyebutkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Jika status sekolah itu tetap dipertahankan, perlakuan berbeda antara sekolah SBI/RSBI dan biasa makin terlihat. “Baik dalam hal sarana dan prasarana, pembiayaan, maupun output pendidikan. Termasuk perlakuan beda terhadap siswa,” imbuhnya. Padahal, prinsip konsitusi menyebutkan harus ada perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik. Apalagi, jika sekolah itu sama-sama milik pemerintah.

MK tidak yakin keberadaan SBI/RSBI bisa memajukan pendidikan nasional. Menurutnya, segala perbedaan fasilitas justru membuat sekolah berstatus SBI/RSBI saja yang kualitas rata-ratanya lebih baik. Bagaimana dengan sekolah biasa? tentu saja tertatih mengejar. Padahal, sekolah yang berstatus SBI/RSBI sangat terbatas.

Lebih lanjut hakim Anwar Usman menjelaskan, Mahkamah bukan tidak mendukung adanya perlakuan khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan lebih. Tetapi, tidak tepat jika dilakukan dengan model SBI/RSBI. Dia menyebut cara itu justru memperlihatkan sikap negara yang pilih-pilih pada sekolah.”Jika negara hendak memajukan, serta meningkatkan kualitas sekolah yang dibiayai oleh negara, maka negara harus memperlakukan sama. Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin seluruh warga negaranya menjadi cerdas. Salah satunya, melalui penyelenggaraan satu sistem pendidikan yang dapat diakses seluruh warga tanpa terkecuali,” tegasnya.

MK juga mempertanyakan standar internasional yang menjadi embel-embel sekolah unggulan itu. Mahkamah berpendapat tidak ada standar internasional yang menjadi rujukan. Jadinya, SBI/RSBI mengambang. Lulusannya bisa kehilangan jati diri bangsa. Kalau sudah demikian, berarti telah mengkhianati maksud dan tujuan pendidikan nasional.

Salah satu yang diungkap dalam fakta persidangan adalah sekolah RSBI cenderung menonjolkan kemampuan siswa berbahasa internasional seperti bahasa Inggris. Mahkamah menilai, istilah standar internasional dalam Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tidak sesempit itu. “Berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia,” tandasnya.

Kehebatan peserta didik yang tolok ukurnya dengan kemampuan berbahasa asing dinilai tidak tepat. Itu justru bertentangan dengan hakikat pendidikan nasional yang harus menanamkan jiwa nasional dan kepribadian Indonesia kepada anak didik. Dia lantas mengutip Pasal 25 ayat 3 UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.

Isi peraturan itu menyebutkan kalau bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi negara dan berfungsi sebagai bahasa pengantar pendidikan. Artinya, MK tidak melarang sekolah memberikan porsi lebih pada bahasa asing. Tetapi, tidak sebagai pengantar karena bahasa resmi Indonesia masih bahasa Indonesia.

Atas dasar itu, kemarin, Ketua MK, Mahfud MD tidak ragu untuk mengabulkan sepenuhnya gugatan tujuh warga terhadap pasal 50 ayat (3) UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Tujuh dari delapan hakim sepakat jika RSBI dibatalkan, dan hanya satu hakim, Achmad Sodiki yang berbeda pendapat. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Mahfud.

Kuasa hukum pemohon, Wahyu Wagiman, yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan, mengaku puas dengan hasil sidang. Dia menyebut kalau pendidikan memang tidak seharusnya di komesilkan. Keputusan itu, lanjutnya, juga berarti kemenangan bagi warga miskin yang selama ini kesulitan masuk sekolah bermutu.

Wagiman menyebut kalau putusan itu harusnya menjadi pintu masuk bagi sekolah-sekolah unggulan milik pemerintah untuk lebih ramah pada siswa miskin. Mereka harus banyak memasukkan anak kurang mampu agar kemampuan akademiknya sama dengan si kaya. “Kalau SBI/RSBI tidak dihapus, di masa depan akan ada dua generasi berbeda,” terangnya.

Dua generasi itu, yang pertama mendapat fasilitas pendidikan, dan yang kedua tidak dapat itu semua. Dia yakin setelah ini kualitas pendidikan harusnya bisa makin merata. Jika anggaran yang ada tidak dipermainkan, dia yakin penghapusan SBI/RSBI akan memberikan perubahan berarti pada dunia pendidikan Indonesia.

Untuk implementasinya, dia menyebut kalau sekolah SBI/RSBI bukan dihancurkan karena hanya status yang dicopot. Hanya saja, segala praktik yang terkait RSBI harus dihilangkan. Begitu juga dengan bahasa asing yang dibanggakan menjadi pengantar, harus diubah hanya menjadi bahasa penunjang. (why/dim)

Alasan Pembubaran RSBI
  • Mahalnya masuk sekolah dengan status RSBI atau SBI (sekolah berstandar Internasional).
  • Komersialisasi sektor pendidikan itu bertentangan dengan prinsip konstitusi.
  • Segala perbedaan fasilitas justru membuat sekolah berstatus SBI/RSBI saja yang kualitas rata-ratanya lebih baik.
  •  MK mempertanyakan standar internasional yang menjadi embel-embel sekolah unggulan itu.
  • Sekolah RSBI cenderung menonjolkan kemampuan siswa berbahasa internasional seperti bahasa Inggris.

0 comments:

Post a Comment

Akhmad Darmawan. Powered by Blogger.