Enjoy In My Blog. Thank You.

Thursday 19 March 2015

Makalah Pemerolehan Semantik




BAB I
“ PENDAHULUAN “

A.        Latar Belakang
Pemerolehan bahasa anak melalui beberapa proses. Tahun pertama kehidupannya, anak melakukan pengamatan dan pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya dari kehidupan sekitarnya. Dilakukan menggunakan panca indra.
Inilah yang menurut Abdul Chaer (2003), menjadi dasar semantik bahasa anak. Caranya dengan melekatkan makna atau arti yang tetap pada urutan bunyi bahasa tertentu. Barulah, kemudian diikuti kajian pemerolehan sintaksis dan fonologi.
Menurut Abdul Chaer, untuk dapat mengkaji bagaimana pemerolehan semantik kanak-kanak harus dipahami terlebih dahulu makna atau arti itu. Makna atau semantik itu, menurut Chaer (2003) dapat dijelaskan berdasarkan apa yang disebut fitur-fitur atau penanda-penanda semantik.
“Artinya, makna sebuah kata merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik ini.” (Larson,1989).
Makalah ini mencoba memberikan gambaran proses pemerolehan semantik anak. Seperti apa dan bagaimana sesungguhnya anak memaknai bahasa yang pada gilirannya nanti akan dipergunakan dalam kegiatan komunikasi.

BAB II
“ PEMBAHASAN “

2.1       Teori Pemerolehan Semantik
Banyak teori pemerolehan semantik yang dikembangkan dalam mengkaji pemerolehan bahasa anak. Diantaranya Teori Fitur Semantik, Hubungan Gramatikal, Generalisasi, dan Primitif Universal.

2.2       Fitur Semantik
Dalam teori ini diyakini kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai, seperti halnya pada orang dewasa. (Chaer, 2003).
Contoh pemerolehan semantik ini, emnurut Clark, pada mulanya kanak-kanak berbahasa Inggris menyebut semua bintaag berkaki empat doggie atau kitty, atau apa saja larena mulanya kanak-kanak itu hanya menguasai beberapa fitur semantik. Yakni [+human], [+animal}, dan [+four legged]. Seiring perkembangan usianya fitur-fitur semantik lain juga dikuasai sehingga pada umur tertentu kanak-kanak itu dapat membedakan dogie dan kitty.
Simanjuntak meneliti tiga kanak-kanak Malaysia, R, S, dan E. R, menyebut apel ddengan bunyi [apoi}, buah magga, jeruk, peer dan buah-buah lainnya disebut juga [apoi]. Pada S, ditemui dia menyebut lembu dengan [bo], dan kata itu digunakannya juga untuk menyebut kuda, kerbau, singa, dan harimau. Begitu juga
binatang berkaki empat lainnya. Sementara pada E, ditemui dia mengucapkan [kico] untuk cecak. Dan kata ini pun digunakan untuk menyebut binatang lain seperti buaya, biawak, ular, dan binatang melata lainnya.
Kondisi ini dialami anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa. Pengenalan berdasarkan fitur-fitur ini mengacu pada bentuk, ukuran, bunyi, rasa, dan gerak dan hal lain dari kata-kata baru.
Menurut Clark (1977) proses pemerolehan ini dicontohkannya dalam pemerolehan kata apel oleh anak-anak. Fitur semantik yang terbentuk pada kata apel [+kecil] dan [+bundar]. Fitur semantik berdasarkan ukuran dan bentuk ini digunakan juga untuk menyebut benda-benda lain yang serupa sebagai apel. Misalnya tombol pintu, bola karet, mangga. Tetapi pada perkembangan berikutnya dia akan mengetahui bahwa benda itu berbeda. Ada apel, ada tombol pintu, ada bola karet.
Untuk fitur yang mengacu bentuk, kanak-kanak awalnya menerima konsep buah rambutan karena bentuknya ditumbuhi rambutan. Jagung pun disebutnya rambutan. Begitu juga buah durian yang dipenuhi duri. Makanya ketika bertemu nangka ataupun cempedak, dia menyebutnya durian juga.
Begitu juga untuk fitur yang mengacu pada bunyi. Kata guguk digunakan untuk menyebut anjing. Itu juga digunakan untuk menyebut sapi, kambing. Tetapi pada perkembangannya dia akan membedakannya berdasarkan bunyi. Ada yang disebutnya cecak, karena bunyinya ce-cak, ce-cak. Atau tokek untuk menyebut binatang tokek karena bunyinya to-kek, to-kek. Dan meong untuk kucing. Jadi fitur-fitur semantik yang terbentuk akan terbedakan berdasarkan bunyi. Maka selain anjing, ada binatang lain yang dikenalnya yakni sapi, kucing, dan kambing. Binatang ini

mengeluarkan bunyi yang berbeda-beda.
Untuk fitur yang mengacu rasa, misalnya ditemukan pada kata susu. Awalnya fitur yang terbentuk pada minuman adalah sama. Tidak ada beda antara susu, teh, air putih, maupun obat sirup. Tapi berdasarkan rasa, nanti fitur yang terbentuk akan membedakan antara susu, teh, kopi, dan obat sirup.
Begitupun fitur yang mengacu gerak. Binatang yang geraknya menjalar disebutnya ular. Kalau bergerak ke atas naik, ke bawah turun. Ke samping kiri atau kanan. Maju atau mundur, dengan kode gerakan tangan. Juga mendekat, atau menjauh. Berlari, dengan menirukan gerakan berlari. Makan, dengan menggerakkan tangan ke arah mulut.
Pemerolehan makna berdasarkan teori ini juga mengacu pada medan makna atau medan semantik. Menurut Chaer (1990). “Pemerolehan makna kata juga berdasarkan kata yang berada dalam satu medan makna atau medan semantik.”
Umpamanya, kata bawang, cabe, garam, terasi, dan jahe adalah kata-kata yang berada dalam saru medan semantik karena kelimanya menyatakan makna ‘bumbu dapur. Kanak-kanak memperoleh makna kata baru berdasarkan fitur-fitur persepsi dan kategori ysng sama yang ada dalam butir-butir leksikal.
Secara jelas, perkembangan pemerolehan semantik ini melalui empat tahap.
a. Tahap Penyempitan makna
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun. Pada tahap ini, kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama dari benda tersebut. Yang disebut [meah] hanyalah kucing yang dipelihara di rumah. Begitu juga dengan [guk-guk] hanyalah anjing yang ada di rumahnya saja.
b. Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun sampai dua tahun setengah. Kanak-kanak mul;ai menggeneralisasikan makna sebuah kata secara berlebihan. Yang dimaksud dengan anjing atau kucing adalah semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau.
c. Tahap medan semantik
Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun. Kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Prosesnya bermula saat makna kata-kata yang digeneralisasikan berlebihan semakin sedikit setelah dia memperoleh kata-kata baru untuk generalisasi dikuasai kanak-kanak. Misalnya, kalau awalnya anjing untuk menyebut semua binatang berkaki empat, setelah dia mengenal kata kuda, kambing, dan harimau, maka dia dapat menetapkan kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja.
d. Tahap generalisasi
Setelah kanak-kanak berusia lima tahun dia memasuki tahap generalisasi. Dia mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi. Pengenalan ini akan semakin sempurna seiring pertambahan usia. Mereka bisa mengenal yang dimaksud hewan. Mereka bisa menyebut bahwa anjing, kucing, harimau itu hewan. Begitu juga kendaraan. Mereka mengenal ada sepeda, motor, mobil, kereta api, yang semuanya disebut kendaraan. Lalu sepeda, perahu, pesawat terbang, juga kendaraan. Generalisasinya semakin luas. Untuk hewan, nanti mereka akan mengenal ayam, kambing, sapi, kerbau, adalah hewan ternak.


2.3       Hubungan-hubungan Gramatikal
Mc. Neil yang memperkenalkan hubungan-hubungan gramatikal. Menurut Mc Neil (1970, saat dilahirkan kanak-kanak sudah dilengkapi dengan hubungan-hubungan gramatikal dalam nuraninya.
Kanak-kanak pada awal proses pemerolehan bahasa berusaha membentuk satu “kamus makna kalimat” (sentences-meaning dictionary). Setiap butir leksikal dicantumkan dengan semua hubungan gramatikal yang digunakan secara lengkap pada tahap holofrasis (meracau).
Pada tahap holofrasis ini kanak-kanak belum mampu menguasai fitur-fitur semantik karena terlalu membebani ingatan mereka.
Jadi, pada awal pemerolehan semantik hubugan-hubungan gramatikal inilah yang paling penting karena telah tersedia secara nurani sejak lahir.
Dia awalnya hanya mampu mengucapkan mama. Makna yang terkandung dalam kata itu, memanggil ibunya, menyampaikan informasi kepada ibunya tentang sesuatu yang dilaminya misalnya celananya basah. Ingin digendong.
Atau paling sederhana. Dia hanya bisa menangis untuk mengungkapkan beberapa informasi. Misalnya menyatakan saya lapar. Saya mau digendong. Saya tidak tahan celana saya basah oleh kencing. Atau misalnya, tolong bantu saya karena saya buang air besar.
Setelah kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata pada usia (sekitar 2 tahun) mereka baru mulai menguasai kamus makna kata berdasarkan makna kata untuk menggantikan kamus makna kalimat yang telah dikuasai sebelumnya.

Contoh: Ma mim (Mama saya mau minum)
Ma mam (Mama saya mau makan)
Ma ndong (mama saya mau gendong).
Penyesuaian kamus makna kata ini merupakan perkembangan kosakata kanak-kanak yang dilakukan secara horizontal atau secara vertikal.
Secara horizontal artinya pada mulanya kanak-kanak hanya memasukkan beberapa fitur semantik untuk setiap butir leksikal ke dalam kamusnya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya barulah terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-bangsur. Contoh: mim, minum susu, minum teh. Mam, makan bubur, makan nasi. Makan pagi, makan siang, makan malam. Gendong papa, gendong belakang, gendong ayun.
Secara vertikal artinya kanak-kanak secara serentak memasukkan semua fitur semantik sebuah kata ke dalam kamusnya, tetapi kata itu terpisah satu sama lain.
Artinya, fitur ini sama dengan fitur-fitur semantik orang dewasa. Contoh: makan bubur-makan asam garam. Makan telur-makan hati. Anjing mati-Lampu mati. Ayam jantan-ayam kampung. Burung merpati-burung dipotong.


2.4       Generalisasi
Teori ini diperkenalkan Anglin. Menurutnya, perkembangan semantik kanak-kanak mengikuti satu proses generalisasi. Yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-hubungan semantik antara nama-nama benda mulai dari yang kongkret sampai pada yang abstrak.
Pada tahap permulaan pemerolehan semantik, kanak-kanak hanya mampu menyadari hubungan-hubungan kongkret yang khusus antara benda-benda itu. Seiring pertambahan usianya mereka membuat generalisasi kategori yang abstrak yang lebih besar.
Contoh: awalnya kanak-kanak mengetahui kata-kata melati dan mawar. Lalu mereka bisa menggolongkan mawar dan melati itu dalam kategori bunga. Lalu ada ros, kaktus, anggrek. Lalu seiring bertambahnya usia, generalisasi yang dilakukan semakin luas. Bahwa bunga itu adalah bagian dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu ada bunga, rumput, semak-semak, padi-padian, pohon-pohonan. Sehingga mereka bisa membedakan bunga yang harus dirawat, rumput yang harus dibasmi, semak-semak yang biasanya merusak pemandangan kalau tidak ditata, atau pohon duku dan durian yang juga berbunga tetapi tidak termasuk bunga. Atau, jenis tanaman yang menghasilkan beras, ketan, jagung setelah diolah.
Pemerolehan bahasa diterima kanak-kanak melalui proses generalisasi. Mereka semakin hari semakin memiliki perbendaharaan semantik yang makin luas. Ada ayam betina, manusia lelaki, ikan jantan. Tetapi tidak ada kursi jantan, mobil jantan, atau perahu betina.
Contoh lain, generalisasi terhadap kendaraan tidak bermesin sepeda, becak, perahu, paralayang. Lalu ada sepeda motor, bemo, mocak, speedboat, helikopter.

2.5.      Primitif Universal
Teori ini diperkenalkan Postal dan dikembangkan lebih lanjut oleh Buerwisch dengan lebih terperinci.
Menurut Postal semua bahasa yang ada di dunia ini dilandasi oleh satu perangkat primitif semantik universal (Kira-kira sama dengan penanda-penanda semantik dan fitur-fitur semantik) dan rumus-tumus untuk menggabungkan semantik primitif ini dengan butir-butir leksikal. Sedangkan setiap primitif semantik mempunyai hubungan yang sudah ditetapkan sejak awal dengan dunia yang ditentukan oleh struktur biologi manusia.
Kanak-kanak belajar dari anggota tubuh dan indranya. Kosakatanya dimulai dari mulut, gigi, tangan, rambut, kaki, kulit, hidung, dan lain-lain anggota tubuhnya. Atau kondisi alami, misalnya manis, pahit, asam. Ukuran, besar, tinggi, kecil, panjang.
Sedangkan menurut Bierwisch primitif semantik atau komponen semantik semantik ini mewakili kategori atau prinsip yang sudah ada sejak awal digunakan manusia untuk menggolongkan struktur benda atau situasi yang diamati manusia.
Selanjutnya Bierwisch menjelaskan bahwa primitif atau fitur-fitur semantik tidak mewakili ciriciri fisik luar benda tetapi mewakili keadaan psikologi berdasarkan bagaimana masnuia memproses keadaan sosial dengan fisiknya.
Manusia dengan demikian menafsirkan semua yang diamatinya berdasarkan primitif semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Atau dengan kata lain teori ini menghubungkan perkembangan semantik kanak-kanak dengan perkembangan kognitif umum kanak-kanak itu.
Karenanya kanak-kanak yang lahirnya di desa memiliki konsep-konsep alami yang ada di desa. Sawah, batu, sungai, gubuk. Ayah, ibu, kakak, kepala desa. Atau yang alami, matahari, bulan, bintang.
Kanak-kanak di pesisir, memperoleh konsep-konsep makna seperti pantai, pasir, laut, nelayan, jaring angin, ikan, udang, bulan, matahari, layar.
Kanak-kanak di kota, memperoleh konssep-konsep dari sekelilingnya. Seperti televisi, radio, sekolah. Internet, teknologi, mal, sepatu, kemeja, kaos, rompi.
Pemerolehan semantik kanak-kanak yang berbeda lingkungan sosialnya akan berbeda satu sama lain. Karena meskipun prinsip alaminya sama, tetapi pada perkembangannya akan berubah sesuai perkembangan kognitif dan sosial.
Malam tidak selamanya gelap bagi kanak-kanak di kota besar. Ada lampu, ada mal, ada suasana yang ramai, nonton televisi. Berbeda dengan di desa yang kalau malam hari gelap, sepi, tidur, bunyi jangkrik dan lain-lain.
Intinya, berdasarkan teori ini, konsep-konsep makna diperoleh kanak-kanak berdasarkan fitur-fitur alami di sekitarnya. Semakin luas lingkungan sosialnya berkembang semakin banyak pemerolehan semantik yang didapat. Perangkat-perangkatnya sama, sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan manusia tersebut
Di zaman batu. Misalnya, manusia hanya mengenal perkakas dari batu. Pisau pun hanya dari batu yang dibuat bentuk khusus agar bisa digunakan memotong. Di kehidupan maju, konsep pisau dapur, pisau kue, gergaji, gergaji mesin, gunting sudah diterima kanak-kanak dari lingkungannya.

BAB III
“ PENUTUP “

A.        Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemerolehan semantik diperoleh melalui berbagai cara dan tahap.
Kalau menurut teori fitur semantik, pemerolehan bahasa didapat melalui tahap-tahap dengan memberikan makna pada fitur-fitur yang ada pada kata dimaksud. Tekniknya melalui beberapa tahap, yakni penyempitan makna, generalisasi berlebihan, medan semantik dan generalisasi.
Pemerolehan semantik menurut hubungan gramatikal berawal dari makna kalimat yang dibawa secara alami baru kemudian berkembang pada konsep makna kata.
Melalui generalisasi, pemerolehan semantik melalui tahap kata yang kongkret pada yang abstrak yang sesuai dengan makna yang ada pada orang dewasa.
Sementara teori prinsip primitif universal, pemerolehan semantik didapat melalui perangkat primitif yang tersedia sejak lahir dan dihubungkan dengan keadaan sosial.
Pemerolehan semantik didapat saat kanak-kanak belajar bahasa pertama. Dan konsep ini dapat juga diterapkan dalam pemerolehan bahasa kedua.

1 comments:

  1. Gan minta sumber bukunya dari mana dong lengkapnya. buat saya skripsi

    ReplyDelete

Akhmad Darmawan. Powered by Blogger.